Makalah Hadis tentang fitnah manusia dan pendidikannya
HADITS TENTANG FITRAH MANUSIA DAN POTENSI PENDIDIKANNYA
MAKALAH
Diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah
HADITS
TARBAWI
Dosen Pengampu
:
Yusuf Fauzi,
Lc., M.Th.I.
Disusun Oleh Kelompok
3:
1.
Dian
Novitasari (12201173046)
2.
Moh
Afif Fudin (12201173048)
3.
Asmaritafauzia (12201173061)
4.
Nurul
Kholifah (12201173262)
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 3-B
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER
2018
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hadits Tarbawi”
ini dengan baik. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah.
Dalam
penyusunan makalah ini, tentunya penyusun membutuhkan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Dr.
Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah berusaha memberikan
fasilitas terbaik kepada penulis khususnya, kepada seluruh mahasiswa/ mahasiswi
pada umumnya.
2.
Yusuf Fauzi,
Lc., M.Th.I., selaku dosen pembimbing mata
kuliah Hadits Tarbawi yang senantiasa membimbing penulis dalam penulisan
makalah ini.
3.
Kedua
orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan materiil maupun moral.
4.
Teman-teman
penulis yang telah memberikan dukungan semangat dalam menyelesaikan makalah
ini.
Namun tidak
lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Untuk itu,
kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi kebaikan dan
kesempurnaan dalam penulisan makalah selanjutnya.
Tulungagung, 26
September 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang.............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................................... 1
C.
Tujuan
Penulisan............................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................... 2
A.
Fitrah Manusia dan Potensi Pendidikannya.................................................. 2
BAB III PENUTUP........................................................................................... 8
A.
Kesimpulan.................................................................................................... 8
DAFTAR RUJUKAN........................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesungguhnya manusia diciptakan oleh
Allah SWT tidak lain hanya untuk mengabdi dan beribadah. Dan juga bertugas
untuk mengemban amanah, untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat
di bumi agar manusia dapat hidup sejahtera dan makmur lahir dan batin. Begitu
spesialnya manusia diciptakan oleh Allah SWT. Dengan diberinya potensi, maka manusia
dapat berfikir dan mengembangkan potensi yang terdapat pada dirinya. Mengembangkan
potensi tersebut salah satunya melalui dunia pendidikan
Dalam pembahasan ini penulis akan mengupas
dan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan fitrah manusia dan potensi
manusia itu sendiri dalam pendidikan. Manusia
diberi kelebihan oleh Allah SWT yang digunakan untuk menjaga dan melestarikan
alam ini sebaik mungkin. Dia diberi wewenang untuk menjadi khalifah di bumi
bukan malah menjadi perusak alam dengan potensi yang telah dimilikinya.
Sedangkan mahluk lain tidak sesempurna manusia yang tidak dikaruniai akal
fikiran. Namun manusia banyak melailaikan tugasnya bahkan tidak jarang mereka
malah mengeksploitasi secara berlebihan dengan kemampuan yang telah diberikan
oleh Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
fitrah manusia dan potensi pendidikannya?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Memaparkan
tentang fitrah manusia dan potensi pendidikannya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fitrah Manusia dan Potensi Pendidikannya
1. Hadits tentang potensi pendidikan manusia
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّ دَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيمَةِ
تُنْتَجُ الْبَهِيمَةَ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ (رواه البخاري)
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a berkata; Nabi SAW bersabda:
‘Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah
yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana
binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian
melihat ada cacat padanya?’.” (HR. Bukhari, dalam Shahih Bukhari Hadits
no.1296, Bab Pembicaraan tentang Keberadaan Mayit dari Anak-anak Kaum
Musyrikin).
2.
Biografi
Rawi A’la (Abu Hurairah)
Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Ia diperkirakan lahir 21 tahun sebelum hijrah dan pada tahun
678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, dan meninggal di Madinah, dan
dimakamkan di Jannatul Baqi. Nama aslinya yaitu Abdusysyams bin Shakhr, kemudian setelah masuk
Islam namanya diganti menjadi Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dawsi. Beliau lebih
dikenal dengan sebutan Abu Hurairah (ayah kucing) karena beliau suka
merawat dan memelihara kucing.
Abu Hurairah adalah seorang sahabat Nabi yang terkenal
dan merupakan periwayat hadits yang paling
banyak disebutkan dalam isnad-nya oleh kaum Islam Sunni. Abu Hurairah
adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad, yaitu
sebanyak 5.374 hadits. Di antara yang meriwayatkan hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas bin Malik, Jabir bin
Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah
berkata: "Tercatat lebih dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat dan tabi'in yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah". Marwan bin Hakam
pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap hadits Nabi. Marwan
memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan sekretaris Marwan
mencatatnya. Setahun kemudian, Marwan memanggilnya lagi dan Abu Hurairah pun
menyebutkan semua hadits yang pernah ia sampaikan tahun sebelumnya, tanpa
tertinggal satu huruf. Salah satu kumpulan fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah
dihimpun oleh Syaikh As-Subki dengan judul Fatawa' Abi Hurairah. Abu
Hurairah sejak kecil tinggal bersama Rasulullah.[1]
3.
Kandungan
hadits
Manusia terlahir membawa fithrah, yaitu dalam keadaan Islam
atau membawa potensi mentauhidkan
Allah ‘Azza wa Jalla, baik dari keturunan kafir maupun dari keturunan
muslim. Akan tetapi, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya[2]. Potensi ini sebagaimana
yang diinformasikan dalam QS. Al-A’raf ayat 172:
وَإِذْ
أَخَذَ رَبّكَ مِنْ بَنِى ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرّيّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبّكُمْ، قَالُوا بَلَى شَهِدْنَآ، أَنْ تَقُولُوا
يَوْمَ الْقِيَمَةِ إِنّا كُنّا عَنْ هَذَا غَفِلِيْنَ
“Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): ‘Bukanlah Aku ini Tuhanmu?’ mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi’. (Kami melakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A’raf :172).
Ayat ini menginformasikan kepada manusia,
bahwa telah terjadi ikrar dan janji manusia di alam mitsaq. Setelah roh
ditiup dalam jasad manusia, Allah bertanya kepada roh manusia itu, “apakah aku
ini Tuhanmu? roh manusia menjawab, benar engkau adalah Tuhan kami, kami menjadi
saksi, kami percaya dan yakin”. Tujuan pertanyaan ini, agar nanti di akhirat
manusia tidak bisa beralasan lagi. Di mana manusia, sudah berjanji dan berikrar
bahwa manusia akan melakukan kebajikan dan meninggalkan yang dilarang Tuhan.
Demikianlah janji roh manusia dengan Tuhannya, sebagai fithrah (tauhid)
yang akan dijadikan potensi untuk mengarungi kehidupan di dunia ini.
Makna “فَأَبَوَاهُ” dalam hadits ini, bisa juga bermakna pergaulan yang membentuk
perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi jiwa anak tersebut, sehingga yang
pada awalnya membawa potensi agama Islam berubah menjadi Yahudi, Nasrani,
maupun Majusi. Atau orang tuanya yang mendidik, sehingga anaknya menyekutukan
Allah. Jadi, agama setiap orang yang terlahir ke dunia ini adalah Islam, itulah
yang disebut fithrah manusia. Dengan demikian, fithrah itu
bagaikan sesuatu yang bisa diubah, namun potensi awalnya tidak akan pernah
berubah.[3]
Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa kedua orang tua sangat
menentukan kehidupan manusia selanjutnya dan perkembangan potensi-potensinya.
Potensi anak akan berkembang sesuai dengan kesempatan dan suasana yang
diberikan oleh kedua orang tuanya sebagai pendidik pertama dan utama. Orang
tualah yang pertama sekali memberikan warna pada potensi anak, karena anak
ibarat kertas putih yang siap menerima tulisan apapun.
Mustafa Al-Maraghi menjelaskan:
بيان
هذا أن العقل الانسانى كصحيفة بيضاء قابلة لنقش ما يراد أن يكتب فيها كالأرض تقبل
كل ما بفرس فيها وهي تنبت حنظلا و فاكهة و داء و سما و النفس ترد عليها الديانات و
المعرف فتقبلها و الخبر أغلب عليها من الشر كما أغلب نبات الأرض يصلح للرعى و
القليل منه سم لا بنتفع به.
”Penjelasan
ini bahwa akal manusia seperti kertas putih yang menerima lukisan apa saja yang
ingin dituliskan, seperti bumi, menerima tanaman apa saja, maka ia akan
menumbuhkan labu, buah-buahan, obat-obatan, dan racun. Sedangkan jiwa
menumbuhkan agama dan pengetahuan dan ia akan menerimanya, tetapi kebaikan
dapat mengalahkan kejahatan sebagaimana tumbuh-tumbuhan yang baik untuk
binatang ternak dan sedikit sekali tumbuh-tumbuhan (rumput) yang beracun dan
tidak bermanfaat”.
Kertas
putih yang dimaksud adalah jiwa manusia. Jiwa manusia putih suci dan cenderung
pada kebaikan. Oleh sebab itu, di dalam hadits rasul yang dikutip di atas tidak
dijelaskan kedudukan orang tua sebagai pembentuk anak menjadi seorang muslim.
Karena memang anak sejak lahir telah terbentuk menjadi seorang muslim.
Manusia
sejak lahir hanya membawa potensi yang lemah tetapi dapat berkembang dan tumbuh
menjadi kemampuan yang besar. Ia akan mampu menakhlukkan seluruh alam dengan
potensinya itu.[4]
Allah SWT menciptakan dan
menghidupkan manusia di muka bumi ini adalah agar manusia itu mengabdi
kepadaNya, artinya sebagai pengabdi Allah SWT. Agar menuruti apa saja yang diperintahkan
oleh Allah SWT. Dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, maka pandangan Islam
terhadap manusia dapat dilihat dari empat titik saja:
1.
Manusia sebagai makhluk yang mulia.
Ditempatkanya
manusia pada kedudukan yang mulia dan dilebihkan oleh Allah SWT dari makhluk
lain. Karena manusia diciptakan sebagai penerima ajaran dan sekaligus sebagai
pelaksananya. Di samping itu juga diciptakan dalam bentuk fisik yang bagus.
2. Manusia
sebagai makhluk Allah SWT di muka bumi.
Manusia
di samping mempunyai status sebagai makhluk dan bagian dari alam, ia juga
mempunyai tugas sebagai khalifah/penguasa di muka bumi ini. Dengan pengertian
bahwa manusia dibebani tanggungjawab dan anugerah kekuasaan untuk mengatur dan
membangun dunia ini dalam berbagai segi kehidupan, dan sekaligus menjadi saksi
dan bukti atas kekuasaan Allah di alam semesta ini. Tugas kekhalifahan ini bagi
manusia adalah merupakan tugas suci, karena merupakan amanah dari Allah SWT,
maka menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi merupakan pengabdian (ibadah)
kepadaNya.
3. Manusia
sebagai makhluk yang bertanggung jawab.
Allah
SWT telah memberikan kedudukan yang mulia kepada manusia dan menganugerahkannya
dengan kelengkapan hidup yang sempurna, terutama kelengkapan rohani yang berupa
akal (fikir, perasaan, kemampuan) yang menurut Imam Ghazali tidak dimiliki oleh
makhluk lain. Maka sebagai konsekuensinya manusia juga dituntut untuk
bertanggung jawab terhadap semua perbuatan dan tindakan yang telah dipilih dan
dilakukanya selama di bumi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
4. Manusia
sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik.
Manusia
adalah makhluk yang harus dan dapat dididik serta mendidik atau disebut makhluk
pedaghogik, artinya makhluk Allah SWT yang dilahirkan dengan membawa potensi
dapat dididik dan dapat mendidik. Potensi dapat dididik dan mendidik ini adalah
merupakan salah satu yang fundametal dari gambaran manusia karena dapat dididik
dan mendidik adalah hal yang khusus hanya terdapat dalam dunia kemanusiaan. Potensi
ini adalah pemberian Alah SWT yang berupa fitrah, yaitu suatu wadah atau bentuk
yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan. Manusia berfikir,
merasa, berkemauan dan mampu berbuat sesuatu itulah sebagai bukti dari fitrah
yang diberikan oleh Alah SWT kepada manusia, dan merupakan komponen yang sangat
menentukan dalam dunia pendidikan. Fitrah Alah SWT ilah yang melengkapi
penciptaan manusia, sehinga ia mampu mengembangkan dirinya, baik jasmani maupun
rohaniyah.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Fitrah
Manusia dan Potensi Pendidikannya
Manusia terlahir membawa fithrah, yaitu dalam keadaan Islam
atau membawa potensi mantauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla, baik dari
keturunan kafir maupun dari keturunan muslim.
Kedua
orang tua sangat menentukan kehidupan manusia selanjutnya dan perkembangan
potensi-potensinya. Potensi anak akan berkembang sesuai dengan kesempatan dan
suasana yang diberikan oleh kedua orang tuanya sebagai pendidik pertama dan
utama. Orang tualah yang pertama sekali memberikan warna pada potensi anak,
karena anak ibarat kertas putih yang siap menerima tulisan apapun.
Manusia sejak lahir hanya membawa potensi yang lemah tetapi dapat
berkembang dan tumbuh menjadi kemampuan yang besar. Ia akan mampu menakhlukkan
seluruh alam dengan potensinya itu.
Potensi ini adalah pemberian Alah
SWT yang berupa fitrah, yaitu suatu wadah atau bentuk yang dapat diisi dengan
berbagai kecakapan dan keterampilan. Manusia berfikir, merasa, berkemauan dan
mampu berbuat sesuatu itulah sebagai bukti dari fitrah yang diberikan oleh Alah
SWT kepada manusia, dan merupakan komponen yang sangat menentukan dalam dunia
pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Baharuddin. 2005. Aktualisasi Psikologi
Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Munardji. 2004. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: PT Bina Ilmu
Nasharuddin. 2015. Akhlak: Ciri Manusia
Paripurna. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Tanpa nama, Abu Hurairah, diakses
dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Hurairah pada tanggal 24 September 2018
[1] Tanpa nama, Abu Hurairah, diakses dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Hurairah pada tanggal 24 September 2018
Komentar
Posting Komentar