Makalah kerja sama (Syirkah)
MAKALAH
KERJA SAMA (SYIRKAH)
Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
“FIQIH MUAMALAH”
Dosen Pengampu :
Arifah Milati Agustina, M.HI
Disusun oleh : MBS 2 D
Kelompok : 10
1. Budi Ahmad Romadhon (12405173151)
2. Mohamad Zahrul Fajar (12405173157)
3. Viona Anggarrila (12405173179)
JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan
kepada Allah Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak
kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas mengenai “KERJA SAMA (SYIRKAH)”.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
“FIQIH MUAMALAH”. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Kiranya dalam penulisan ini, kami menghadapi
cukup banyak rintangan dan selesainya makalah ini tak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu tak lupa kami ucapkan terima kasih pada pihak-pihak
yang telah membantu yaitu :
1.
Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. , selaku rektor IAIN Tulungagung
2.
Arifah
Milati Agustina,M.HI selaku dosen pengampu
3.
Dan semua
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan yang tidak dapat disebutkan
satu-satu, kami ucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik lagi. Kami berharap makalah ini dapat memberi
bermanfaat bagi kita semua.
Tulungagung,
28 Februari 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL.....................................................................i
KATA
PENGANTAR...................................................................ii
DAFTAR
ISI.................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN
Latar
Belakang..............................................................................4
Rumusan
Masalah.........................................................................4
Tujuan Pembahasan......................................................................4
BAB
II PEMBAHASAN
Pengertian syirkah.........................................................................5
Dasar hukum syirkah....................................................................6
Rukun dan syarat syirkah..............................................................7
Macam – macam syirkah...............................................................8
Berahirnya akat dalam syirkah......................................................9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................10
Saran..............................................................................................10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Syirkah merupakan suatu akad dalam
bentuk kerja sama, baik dalam bidang modal atau jasa antara sesama pemilik
modal dan jasa tersebut. Salah satu kerja sama antara pemilik modal dan
seseorang adalah bagi hasil, yang dilandasi oleh rasa tolong menolong. Sebab
ada orang yang mempunyai modal, tetapi tidak mempunyai keahlian dalam
menjalankan roda perusahaan. Sistem ini telah ada sejak zaman
sebelum Islam, dan sistem ini kemudian dibenarkan oleh Islam karena mengandung
nilai-nilai positif dan telah dikerjakan oleh Nabi SAW (sebelum diangkat
menjadi Rasul) dengan mengambil modal dari Khadijah, sewaktu berniaga ke Syam
(Syiria).
Dengan demikian, dalam makalah ini akan
dibahas tentang pengertian Syirkah dan macam-macam syirkah.
B. Rumuisan
Masalah
1.
Apa
pengertian syirkah?
2.
Apa saja
dasar hukum syirkah?
3.
Apa saja
rukun dan syarat syirkah?
4.
Apa
sajakah macam – macam syirkah?
5.
Bagaimana
berakhirnya akad dalam syirkah?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian dari syirkah
2.
Mengetahui
apa saja dasar hukum dari syirkah
3.
Mengetahui
hukum dan syarat syirkah
4.
Mengetahui
apa saja macam – macam syirkah
5.
Mengetahui
bagainama cara berakhirnya adad dalam syikat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Syirkah
Pengertian
syirkah secara etimologi atau bahasa adalah sebagai berikut, kata
syirkah merupakan kata yang berasal dari kata ‘isytirak’ yang berarti
perkongsian, diartikan demikian karena syirkah merupakan perkongsian dalam hak
untuk menjalankan modal.
1.
Imam Abdul
Qasim As-Syafii dalam Kitab Al-Aziz Syarh al- Wajiz,memberikan pengertian
syirkah sebagai berikut :“Syirkah adalah suatu ungkapan tentang percampuran dua
bagian ( tertentu ) dan seterusnya ( lebih dari dua bagian ) dimana
seseorang tidak mengetahui bagian- bagian orang lain.”
2.
Menurut
Imam Abu Hanifah adalah sebagai berikut : “Suatu ungkapan tentang
akad antara dua orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan”.
3.
Sayyid
Sabiq mengemukakan dalam kitabnya al-Fiqh as-Sunnah sebagai berikut :
“Syirkah secara bahasa adalah percampuran.”
4.
Menurut
Syafi’iyah, syirkah adalah ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang
atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
5. Menurut wahbah al-Zuhaili ,
syirkah secara bahasa adalah percampuran yaitu bercampurnya suatu modal dengan
lainnya, sampai tidak dapat dibedakan antara keduannya.
Dari
kelima defenisi diatas, maka terlihat bahwa pada umumnya ulama
mendefenisikan syirkah menurut bahasa ini dengan redaksi yang
berbeda-beda, tetapi maksudnya tetap sama. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengertian syirkahmenurut bahasa adalah percampuran
antara sesuatu dengan yang lain sehingga sulit dibedakan. Selanjutnya adalah pengertian syirkah secara
terminologis atau istilah, ada perbedaan definisi syirkah dikalangan ulama,
terjadinya perbedaan definisi yang dikemukakan oleh ulama karena perbedaan
sudut pandang dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Adapun
defenisi tersebut adalah :
1.
Menurut Mazhab Malikiyah bahwa syirkah adalah :Keizinan dalam
bertasarruf bagi keduanya peserta diri keduanya, maksudnya mengizinkan
masing-masing pihak dari dua orang yangberserikat untuk teman serikatnya
bertasarruf dalam harta mereka serta tetap hak tasarruf bagi masing-masing.
2.
Sedangkan menurut ulama Hanabilah pengertian syirkah tersebut adalah:
persekutuan dalam hak dalam berusaha atau menjalankan sebuah usaha.
3.
Menurut kalangan Hanafiyah, syirkah merupakan istilah yang digunakan untuk
meyebut akad antara dua pihak yang berkongsi atau bersekutu dalam modal dan
keuntungan.
4.
Menurut kalangan Syafi’iyah, syirkah adalah tetapnya hak para pihak yang
berkongsi untuk menjalankan dan mengembangkan modal. Dari definisi di atas
dapat diketahui bahwa syirkah menurut ulama Syafi'iyah adalah
penetapan hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang
mereka sepakati.
5.
Dalam kitab Raudhatu Al-Thalibin, Imam Abi Zakariya Yahya ibn
Syarif Al-Nawawy Al-Damsyiqy mengungkapkan : “Suatu ungkapan tentang ketetapan
hak dalam sesuatu hal bagi dua orang menurut kesepakatan”.
Berdasarkan definisi
tersebut dapat dipahami bahwa syirkah adalah suatu
akad yang dilakukan oleh dua orang yang mengadakan serikat dalam modal dan
keuntungan Adapun syirkah menurut kompilasi hukum ekonomi syariah (KHES)
pasal 20 (3) adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan,keterampilan atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.
Definisi yang dikemukakan oleh para ahli fiqh diatas pada prinsipnya hanya
berbeda secara redaksional sedangkan esensinya adalah sama. Dengan kata lain, dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa syirkah adalah bentuk organisasi usaha yang mempunyai unsur-unsur :
perkongsian dua pihak atau lebih, kegiatan dengan tujuan mendapatkan keuntungan
materi, pembagian laba atau rugi secara proposional sesuai dengan perjanjian
dan tidak menyimpang dari ajaran islam. Islam membenarkan seorang muslim untuk menggunakan hartanya , baik itu
dilakukan sendiri atau dilakukan dalam bentuk kerjasama . oleh karena itu islam
membenarkan kepada mereka yang memiliki modal untuk mengadakan usaha dalam
bentuk syirkah, apakah itu berupa perusahaan ataupun perdagangan dengan
rekannya.[1]
B. Dasar Hukum Syirkah
Syirkah
mempunyai landasan hukum yang kuat, baik dari al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’ dan
dasar hukum lainnya. Syirkah itu diperbolehkan karena syirkah merupakan salah
satu bentuk akad yang mendatangkan kemaslahatan untuk kedua belah pihak dan
syirkah bukanlah akad yang melanggar ketentuan –ketentuan
syara. Dasar hukum syirkah dalam al-Qur’an antara lain adalah
sebagai berikut:
1.
Surat
al-Nisa ayat 12
Artinya: mereka berkongsi untuk mendapatkan bagian
sepertiga.
2.
Surat Shad
ayat 24
Artinya: Sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh dan Amat sedikitlah mereka ini. Sementara dasar hukum
syirkah dari al-Sunnah antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Hadis riwayat dari Abu Hurairah :Artinya : “Dari Abu Hayyan al Taimi dari
aahnya Abu Hurairah (marfu’) Rasulullah bersabda : sesungghunya Allah swt,
berfirman “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah satu
di antara mereka tidak menghianati lainnya, apabila slah seorang di antara
mereka menghinatai lainnya, maka aku keluar dari persekutuan mereka”.
Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa
Allah bersama dengan orang yang mengadakan syirkah dan Allah berjanji
akan menjaga, membimbing serta memberikan bantuan kepada keduanya dengan
menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Apabila terjadi pengkhianatan, maka
berkah akan dicabut dari harta kekayaan keduanya. Dari hadist di atas dapat
diambil suatu pelajaran tentang anjuran untuk melakukan kerja sama tanpa adanya
pengkhianatan dan juga terdapat peringatan keras terhadap orang yang bersekutu
yang melakukan pengkhianatan. Legalitas perkongsian pun diperkuat, ketika Nabi
diutus, masyarakat sedang melakukan perkongsian. Beliau bersabda:
2.
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim Artinya: “ Kekuasaan Allah senantiasa
berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat” Al-Quran dan hadis tersebut menunjukan bahwa legalitas
syirkah didukung oleh syariat, bahkan merupakan tuntutan saat dibuthkan karena
ia merupakan wasilah untuk mencapai keberuntungan, taufik dan kemenangan bagi
para pihak yang berkongsi karena keberpihakkan Allah Swt kepada mereka.[2]
C. Rukun
dan Syarat Syirkah
Dalam
melaksanakan suatu perikatan islam harus memenuhi rukun yang sesuai dengan
hukum islam. Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan
tersebut dan ada tidaknya sesuatu itu. Rukun syirkah sendiri ada 3 yaitu :
1.
Ijab dan
qabul , yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing kedua belah pihak yang
bertransaksi yang menunjukan kehendak untuk melaksanakannya.
2.
Orang yang
berakad yaitu kedua pelah pihak yang melakukan transaksi. Disyaratkan bagi
keduanya mempunyai kelayakan melakukan transaksi, yaitu : baligh, berakal, dan
pandai.
3.
Obyek akad
yang dimaksud adalah modal dan pekerjaan, yaitu modal pokok syirkah.
Ini bisa berupa harta ataupun pekerjaan. Modal syirkah ini harus ada, maksudnya
adalah tidak boleh berupa harta yang terhutang atau harta yang tidak diketahui. Rukun syirkah menurut Sayyid Sabiq yaitu adanya ijab dan
qabul. Maka sah dan tidaknya syirkah tergantung kepada `ijab dan qabulnya.
Contohnya adalah Ilham bersyirkah dengan Erma untuk urusan ini dan
itu, dan berkata: aku telah terima. Maka dalam hal ini syirkah tersebut dapat
dilaksanakan dengan catatan syarat-syarat syirkah sudah terpenuhi.
Syarat Syirkah
- Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Persyaratan orang
yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan
tasharruf (pengelolaan harta).
- Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan
atau modal. Adapun persyaratan pekerjaan atau benda yang boleh dikelola
dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan
pengelolaannya dapat diwakilkan.
- Akad atau yang disebut juga dengan istilah shigat. Adapun
syarat sah akad harus berupa tasharruf, yaitu harus adanya aktivitas
pengelolaan.
D.
Macam-macam Syirkah
Syirkah ada dua macam, yaitu syirkah
amlak’ dan syirkah al-‘uqud.
1.
Syirkah
Amlak
Yang dimaksud dengan syirkah amlak’ adalah perkongsian
dalam hal untuk memiliki harta. Syirkah amlak’ juga dapat dipahami sebagai
keikutsertaan atau keinginan bersama untuk menghasilkan sesuatu yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih dengan menyertakan harta, tanpa wajib membuat
perjanjian resmi. Contohnya adalah perkongsian dalam harta yang diwarisi oleh
dua ahli waris, ataupun hibah yang diberikan kepada mereka. Syirkah amlak’
ada dua macam, yaitu syirkah amlak’ ikhtiyari atau perkongsian sukarela dan
syirkah amlak ijabari atau perkongsian paksa. Yang dimaksud dengan perkongsian
sukarela adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk memiliki sesuatu barang
tanpa adanya keterpaksaan dari masing-masing pihak.
Contohnya adalah dua orang yang bersepakat
untuk membeli suatu barang, misalnya satu buah mobil angkot untuk angkutan kota
. sementara perkongisan yang bersifak memaksa adalah perkongsian dimana para
pihak yang terlibat dalam kepemilikan barang atau suatu asset tidak bisa
menghindar dari bagian dan porsinya dalam kepemilikan tersebut karena memang
sudah menjadi ketentuan hukum. Perkongsian paksaan bisa juga diartikan sebagai
perkongsian yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan
atas perbuatan keduanya. Contohnya dalam hal bagian harta waris bagi
saudara orang yang mewariskan, apabila jumlah saudara lebih dari
satu orang, maka mereka secara ijbari berkongsi mendapat 1/6 (sperenam).
Artinya sperenam harta warisan dibagi sejumlah saudara yang ada.
2.
Syirkah Al-‘Uqud
Adapun
syirkah al-‘uqud adalah perjanjian yang dilakukan dua orang atau lebih yang
bersama-sama memberikan modal dan keuntungan atau kerugian dibagi
bersama. Perkongisan ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara
dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Menurut
ulama Hanabilah, perkongsian al-‘uqud dibagi menjadi lima, yaitu syirkah ‘inan,
syirkah mufawadah, syirkah abdan, syirkah wujuh dan
syirkah mudharabah. sementara menurut ulama Hanafiyah membaginya
menjadi enam macam, yaitu syirkah amwal, syirkah a’mal dan syirkah
wujuh. Masing- masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawadah dan
‘inan. Secara umum menurut ulama fiqh, termasuk kalangan Malikiyah dan
Syafi’iyah menyatakan bahwa syirkah al-‘uqud terbagi menjadi empat, yakni
syirkah ‘inan, syirkah mufawadah, syirkah abdan dan syirkah wujuh.[3]
1.
Syirkah Inan
Menurut
Wahbah al-Zuhaili, syirkah ‘inan adalah persekutuan atau perkongsian antara dua
pihak atau lebih untuk memanfaatkan harta bersama sebagai modal dalam
berdagang, apabila mendapat keuntungan maka dibagi bersama, apabila mengalami
kerugian juga ditanggung bersama. Ulama fiqh bersepakat
bahwa hal ini diperbolehkan. Pengertian lain dari syirkah ‘inan adalah
perjanjian kontrak antara dua orang atau lebih, dengan ketentuan bahwa
masing-masing dari mereka memberi kontribusi satu porsi dan berpartisipasi
dalam pekerjaan. Kedua belah pihak tersebut membuat kesepakatan untuk membagi
keuntungan atau kerugian, tetapi pemerataan tidak diisyaratkan dalam hal dana
atau pekerjaan atau keuntungan. Perkongsian ini
banyak dilakukan oleh manusia karena di dalamnya tidak disyaratkan adanya
kesamaan dalam modal dan pengolahan, boleh saja modal satu orang lebih banyak
dibandingkan lainnya, sebagaiman dibolehkan juga seseorang bertanggung jawab
sedang yang lain tidak. Begitu pula dalam bagi hasil, dapat sama dan dapat juga
berbeda, bergantung pada persetujuan , yang mereka buat sesuai dengan syarat
transaksi. Hanya saja kerugian didasarkan pada modal yang diberikan. Ulama bersepakat
bahwa syirkah ‘inan diperbolehkan. Namun demikian ada perbedaan
mengenai penamaan syirkah ‘inan dan persyaratannya. Ada ulama yang berpendapat bahwa penamaan
syirkah ‘inan karena adanya kesamaan hak dan kewajiban diantara pihak yang
berkongsi. Masing-masing pihak berhak berhak atas asset harta dan
pengelolaannya. Al farra’ mengatakan bahwa al-inan
berasal dari kata ‘anna al-Syai’ yang berarti muncul sesuatu. Dikatakan syirkah
‘inan karena kemauan untuk berkongsi muncul dari masing-masing pihak. Al-Subki
mengatakan bahwa ‘inan diambil dari kata ‘inan al-dabah yang artinya tali
kendali binatang. Para pihak yang melakukan kerjasama atau perkongsian seolah
terikat dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku diantara mereka ,sehingga
para pihak yang terlibat dalam perkongsian tidak bisa melakukan tindakan
sewenang-wenang terkait pengolahan usaha. Ada dua syarat yang harus
terpenuhi dalam syirkah ‘inan sebagaimana diterangkan Al-Kasani yang dikutip
oleh Wahbah al-Zuhaili :
Pertama,
modal syirkah hendaknya nyata, baik saat akad maupun saat membeli. Oleh karena
itu, syirkah tidak sah jika modal yang digunakan berupa utang atau harta yang
tidak ada. Kedua, modal syirkah hendaknya berupa barang berharga secara mutlak,
yaitu uang, seperti dirham dimasa lalu atau mata uang.
2.
Syirkah
Mufawadah
Arti
dari mufawadah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan mufawadah antaralain
sebab harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan serta bentuk kerja sama
lainnya. Menurut istilah, perkongsian mufawadah adalah transaksi dua orang atau
lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal,
penentuan keuangan, pengolahan serta agama yang dianut. Dengan kata lain masing
masing pihak saling terikat dengan transaksi yang dilakukan pihak
lain baik dalam bentuk hak ataupun kewajiban.n Dalam hal ini masing masing
pihak saling memberikan jaminan dalam hak dan kewajiban yang berkaitan dengan
transaksi yang mereka lakukan. Dengan begitu, masing-masing pihak menjadi wakil
bagi mitranya. KHES pasal 165 mendefinisikan syirkah mufawadah
adalah kerjasama untuk melakuan usaha boleh dilakukan dengan jumlah modal yang
sama dan keuntungan serta kerugian yang sama. Berdasarkan penjelasan mengenai
syirkah mufawadah tersebut dapat dipahami bahwa dalam syirkah mufawadah dalam
hal modal tidak diperkenakan ada pihak atau anggota perkongsian yang
menyertakan modal lebih besar dari anggota lainnya. Begitu juga dalam masalah
pengelolaan modal atau menjalankan usahanya, tidak boleh salah satu pihak
mendominasi dalam bekerja. Keuntungan dan kerugian harus dibagi dengan proporsi
yang sama. Ulama hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada syirkah
mufadah, diantaranya adalah setiap aqad harus ahli dalam perwakilan dan
jaminan, yakni keduanya harus merdeka, telah balig, berakal, sehat dan dewasa,
ada kesamaaan mdal dari segi ukuran karena prinsip dasar syirkah mufadah adalah
persamaan, ada kesamaan dalam pembagian keuntungan dan mufawadah hendaknya
dilakukan padasemua jenis perdagangan yang diperbolehkan.
3.
Syirkah
Abdan atau A’mal
Syirkah
a’mal adalah kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi yang menerima
pekerjaan dan keuntungan dari pekerjaan tersebut harus dibagi antara mereka
sebagaimana telah disetujui. Jadi syirkah abdan adalah kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan, dimana pekerjaan ini tidak membutuhkan
modal uang akan tetapi hanya membutuhkan keterampilan tertentu dan tenaga. Sebagai contohnya
adalah dua orang yang mempunyai keterampilan untuk melaksanakan pembangunan
rumah secara bersama-sama dengan peralatan yang telah
disediakan atau peralatan mereka sendiri. Keuntungan dibagi berdasarkan jenis
keterampilan atau proporsi kerja yang telah disepakati bersama. Para pihak yang berkongsi dalam syirkah abdan harus mempunyai keterampilan
tertentu, karena pada dasarnya modal syirkah abdan adalah keterampilan untuk
mengerjakan suatu pekerjaan. Masing-masing pihak dalam
syirkah abdan dapat membuat kesepakatan atau perjanjian diantara mereka untuk
membagi pekerjaan yang menjadi obyek perkongsian. Pembagian pekerjaan ini
tentunya disesuaikan dengan kemampuan pihak dan konsekuensinya dalam syirkah
abdan harus diketahui oleh para pihak yang berkongsi. Pembagian tugas tidak
harus sama, disesuaikandengan keahlian masing-masing. Oleh karena itu,
keuntungan dalam syirkah abdan tidak harus sama, akan tetapi disesuaikan dengan
adil proporsionalis sesuai apa yang dikerjakan.[4]
4.
Syirkah
Wujuh
Syirkah
dalam bentuk ini adalah kontrak antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
reputasi yang baik serta berpengalaman dalam perdagangan atau usaha. Para pihak yang terlibat dalam kontrak melakukan
pembelian barang secara kredit dari suatu perusahaan. Peminjaman kredit itu
didasarkan atas reputasi mereka sendiri. Kemudian, mereka menjual barang
tersebut secara tunai. Hasil keuntungan ataupun kerugian dibagi sesuai dengan
garansi atau jaminan mereka kepada pensuplai. Dalam syirkah ini tidak
diperlukan modal sebagai dasarnya, melainkan kepercayaan mereka sebagai
jaminan. Berkaitan dengan pembagian keuntungan dalam syirkah wujuh tidak
boleh ada perbedaan dalam pembagian keuntungan apabila jumlah penjual barang
sama. Artinya apabila anggota syirkah ini berhasil menjual barang yang
dibelinya dalam jumlah yang sama, maka keuntungan juga harus dibagi rata. Ulama
Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah membolehkan perkongsian jenis ini
sebab mengandung unsure adanya perwakilan dari seseorang kepada
partnernya dalam menjalankan penjualan dan pembelian. Selain itu banyak manusia
yang mempraktekkkan perkongsian jenis ini di berbagai Negara dan tempat tanpa
ada yang menyangkal.
E. Pembatalan
Akad Dalam Syirkaah
A. Pembatalan Syirkah Secara Umum
- Salah satu pihak mengundurkan
diri.
- Salah satu pihak yang berserikat
meninggal dunia
- Salah satu pihak kehilangan
kecakapan bertindak hukum, seperti: gila yang sulit disembuhkan.
- Salah satu pihak murtad dan
memerangi Islam.
B. Pembatalan secara Khusus Sebagian Syirkah
- Harta syirkah rusak(syirkah amwal)
Apabila harta syirkah rusak
keseluruhan atau harta seorang rusak sebelum dibelanjakan stirkah batal.
- Tidak ada kesamaan modal(syirkah mufawidhah)
Apabila tidak ada kesamaan modal dalam
syirkah muwafidhah pada awal transaks, pengkongsian batal, sesabhal itu
merupakan syarat transaksi muwafihah.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi berdasarkan
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian syirkah adalah suatu
akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing- masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Macam-macam syirkah Muzara’ah, Musaqah, Mudharabah, Syirkat ‘inan,
Syirkah mufawadhah, Serikat usaha atau syirkah abdan, Serikat wibawa atau
syirkah wujuh.
B. Saran
Demikian yang dapat
kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan– kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Siah, Khosyi’ah, Fiqh Muamalah
Perbandingan,(Bandung: CV Pustaka Setia,2014)
Rachmst Syafei, Fiqh Muamalah,(Bandung : Cv Pustaka
Setia,2001)
www.makalah.co.id/2015/10/makalah-lengkap-fiqh-muamalah-syirkah.h.html?m=1
Komentar
Posting Komentar